3:40 AM

1.PENGERTIAN CARDING

Carding adalah suatu aktivitas untuk mrndapatkan nomer-nomer kartu kredit orang lain yang digunakan untuk berbelanja siinternet secara tidak syah atau illegal.

2.CARA CARDING

cara carding sebagai berikut:

1. mencari kartu kredit yang masih valid, hal ini dilakukan dengan mencuri atau kerjasama dengan  orang-orang yang bekerja pada hotel atau toko-toko gede (biasanya kartu kredit orang asing yang disikat).  atau masuk ke program MIRC (chatting) pada server dal net, kemudian ke channel #CC, #Carding, #indocarder, #Yogyacarding,dll. nah didalamnya kita dapat melakukan trade (istilah "tukar") antar kartu kredit (bila kita memiliki kartu kredit juga, tapi jika tidak punya kartu kredit, maka dapat melakukan aktivitas "ripper" dengan menipu salah seorang yang memiliki kartu kredit yang masih valid).

2. setelah berhasil mendapatkan kartu kredit, maka carder dapat mencari situs-situs yang menjual produk-produk tertentu (biasanya di cari pada search engine). tentunya dengan mencoba terlebih dahulu (verify) kartu kredit tersebut di site-site porno (hal ini disebabkan karena kartu kredit tersebut tidak hanya dipakai oleh carder tersebut). jika di terima, maka kartu kredit tersebut dapat di belanjakan ke toko-toko tersebut.

3. cara memasukan informasi kartu kredit pada merchant pembayaran toko adalah dengan memasukan nama panggilan (nick name), atau nama palsu dari si carder, dan alamat aslinya. atau dengan mengisi alamat asli dan nama asli si empunya kartu kredit pada form billing dan alamat si carder pada shipping adress. (mudahkan?.....)

3.JENIS-JENIS KARTU KREDIT

jenis kartu kredit:

1. asli didapatkan dari toko atau hotel (biasa disebut virgin CC)

2. hasil trade pada channel carding

3.hasil ekstrapolet (penggandaan, dengan menggunakan program C-master 4, cardpro, cardwizard, dll), softwarenya dapat di Download disini: Cmaster4, dan cchecker (jika ada yang ingin mengetahui CVV dari kartu tersebut)

4. hasil hack (biasa disebut dengan fresh cc), dengan menggunakan tekhnik jebol ASP (dapat anda lihat pada menu "hacking")

Contoh kartu kredit:

First Name* opi

Last Name*sandi

Address* 1960/perum cimone

City* tangerang

State/Province* banten

Zip*980978

Phone* ( 021)9087-9087

E-mail* ganteng0879@ymail.com

Payment Method Visa

Card Number :90000087

Exp. Date 8/90

4.PERANAN CYBER LAW

4.      Peranan Cyber Law

Cyber Law adalah aspek hukum yang istilahnya berasal dari Cyberspace Law, yang ruang lingkupnya meliputi setiap aspek yang berhubungan dengan orang perorangan atausubyek hukum yang menggunakan dan memanfaatkan teknologi internet yang dimulaipada saat mulai "online" dan memasuki dunia cyber atau maya. Pada negara yang telahmaju dalam penggunaan internet sebagai alat untuk memfasilitasi setiap aspek kehidupanmereka, perkembangan hukum dunia maya sudah sangat maju. Sebagai kiblat dariperkembangan aspek hukum ini, Amerika Serikat merupakan negara yang telah memilikibanyak perangkat hukum yang mengatur dan menentukan perkembangan Cyber Law.Untuk dapat memahami sejauh mana perkembangan Cyber Law di Indonesia maka kitaakan membahas secara ringkas tentang landasan fundamental yang ada didalam aspekyuridis yang mengatur lalu lintas internet sebagai sebuah rezim hukum khusus, dimanaterdapat komponen utama yang menliputi persoalan yang ada dalam dunia maya tersebut,yaitu

Ø  Pertama, tentang yurisdiksi hukum dan aspek-aspek terkait; komponen inimenganalisa dan menentukan keberlakuan hukum yang berlaku danditerapkan di dalam dunia maya itu;

Ø  Kedua, tentang landasan penggunaan internet sebagai sarana untukmelakukan kebebasan berpendapat yang berhubungan dengan tanggungjawab pihak yang menyampaikan, aspek accountability, tangung jawabdalam memberikan jasa online dan penyedia jasa internet (internetprovider), serta tanggung jawab hukum bagi penyedia jasa pendidikanmelalui jaringan internet;

Ø  Ketiga, tentang aspek hak milik intelektual dimana adanya aspek tentangpatent, merek dagang rahasia yang diterapkan serta berlaku di dalam dunia

cyber;

Ø  Keempat, tentang aspek kerahasiaan yang dijamin oleh ketentuan hukumyang berlaku di masing-masing yurisdiksi negara asal dari pihak yangmempergunakan atau memanfaatkan dunia maya sebagai bagian darisistem atau mekanisme jasa yang mereka lakukan;

Ø  Kelima, tentang aspek hukum yang menjamin keamanan dari setiappengguna internet;

Ø  Keenam, tentang ketentuan hukum yang memformulasikan aspekkepemilikan dalam internet sebagai bagian dari nilai investasi yang dapatdihitung sesuai dengan prinisip-prinsip keuangan atau akuntansi;

Ø  Ketujuh, tentang aspek hukum yang memberikan legalisasi atas internetsebagai bagian dari perdagangan atau bisnis usaha.

5.MODUS KEJAHATAN CARDING

Modus Kejahatan Carding
Modus Kejahatan Kartu Kredit (Carding)
1.    Mendapatkan nomor kartu kredit (CC) dari tamu hotel, khususnya orang asing.
2.    Mendapatkan nomor kartu kredit melalui kegiatan chatting di Internet.

3.    Melakukan pemesanan barang ke perusahaan di luar negeri dengan menggunakan Jasa Internet.
4.    Mengambil dan memanipulasi data di Internet
5.    Memberikan keterangan palsu, baik pada waktu pemesanan maupun pada saat pengambilan barang di Jasa Pengiriman (kantor pos, UPS, Fedex,  HL, TNT, dlsb.).

Modus Operandi
Ada beberapa tahapan yang umumnya dilakukan para carder dalam melakukan aksi kejahatannya:
1.    Mendapatkan nomor kartu kredit yang bisa dilakukan dengan berbagai cara antara lain: phising (membuat situs palsu seperti dalam kasus situs klik.bca), hacking, sniffing, keylogging, worm, chatting dengan merayu dan tanpa sadar memberikan nomor kartu kredit secara sukarela, berbagi informasi antara carder, mengunjungi situs yang memang spesial menyediakan nomor-nomor kartu kredit buat carding dan lain-lain yang pada intinya adalah untuk memperolah nomor kartu kredit.
2.    Mengunjungi situs-situs online yang banyak tersedia di internet seperti Ebay, Amazon untuk kemudian carder mencoba-coba nomor yang dimilikinya untuk mengetahui apakah kartu tersebut masih valid atau limitnya mencukupi.
3.    Melakukan transaksi secara online untuk membeli barang seolah-olah carder adalah pemilik asli dari kartu tersebut.
4.    Menentukan alamat tujuan atau pengiriman, sebagaimana kita ketahui bahwa Indonesia dengan tingkat penetrasi pengguna internet di bawah 10 %, namun menurut survei AC Nielsen tahun 2001 menduduki peringkat keenam dunia dan keempat di Asia untuk sumber para pelaku kejahatan carding. Hingga akhirnya Indonesia di-blacklist oleh banyak situs-situs online sebagai negara tujuan pengiriman. Oleh karena itu, para carder asal Indonesia yang banyak tersebar di Jogja, Bali, Bandung dan Jakarta umumnya menggunakan alamat di Singapura atau Malaysia sebagai alamat antara dimana di negara tersebut mereka sudah mempunyai rekanan.
5.    Pengambilan barang oleh carder. 

6.UNDANG2 KEJAHATAN CARDING

    Undang Undang yang Mengatur Carding
Saat ini di Indonesia belum memiliki UU khusus/Cyber Law yang mengatur mengenai Cybercrime, walaupun UU tersebut sudah ada sejak tahun 2000 namun belum disahkan oleh Pemerintah Dalam Upaya Menangani kasus-kasus yg terjadi khususnya yang ada kaitannya dengan cyber crime. Dalam menangani kasus carding para Penyidik (khususnya Polri) melakukan analogi atau perumpamaan dan persamaan terhadap pasal-pasal yang ada dalam KUHP Pasal yang dapat dikenakan dalam KUHP pada Cybercrime. Sebelum lahirnya UU No.11 tentang Informasi dan Transaksi Elektronika (ITE), maka mau tidak mau Polri harus menggunakan pasal-pasal di dalam KUHP seperti pasal pencurian, pemalsuan dan penggelapan untuk menjerat para carder, dan ini jelas menimbulkan berbagai kesulitan dalam pembuktiannya karena mengingat karakteristik dari cyber crime sebagaimana telah disebutkan di atas yang terjadi secara nonfisik dan lintas negara.
Di Indonesia, carding dikategorikan sebagai kejahatan pencurian, yang dimana pengertian Pencurian menurut hukum beserta unsur-unsurnya dirumuskan dalam pasal 362 KHUP yaitu: "Barang siapa mengambil suatu benda yang seluruhnya atau sebagian milik orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara melawan hukum, diancam karena pencurian, dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau denda paling banyak sembilan ratus rupiah".  Untuk menangani kasus carding diterapkan Pasal 362 KUHP yang dikenakan untuk kasus carding dimana pelaku mencuri nomor kartu kredit milik orang lain walaupun tidak secara fisik karena hanya nomor kartunya saja yang diambil dengan menggunakan software card generator di Internet untuk melakukan transaksi di e-commerce. Setelah dilakukan transaksi dan barang dikirimkan, kemudian penjual yang ingin mencairkan uangnya di bank ternyata ditolak karena pemilik kartu bukanlah orang yang melakukan transaksi.
Kemudian setelah lahirnya UU ITE, khusus kasus carding dapat dijerat dengan menggunakan pasal 31 ayat 1 dan 2 yang membahas tentang hacking. Karena dalam salah satu langkah untuk mendapatkan nomor kartu kredit carder sering melakukan hacking ke situs-situs resmi lembaga penyedia kartu kredit untuk menembus sistem pengamannya dan mencuri nomor-nomor kartu tersebut.
 Bunyi pasal 31 yang menerangkan tentang perbuatan yang dianggap melawan hukum menurut UU ITE berupa illegal access:

Pasal 31 ayat 1: "Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau penyadapan atas informasi elektronika dan atau dokumen elektronik dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik secara tertentu milik orang lain."
Pasal 31 ayat 2: "Setiap orang dengan sengaja atau tanpa hak atau melawan hukum melakukan intersepsi atau transmisi elktronik dan atau dokumen elektronik yang tidak bersidat publik dari, ke dan di dalam suatu komputer dan atau sistem elektronik tertentu milik orang lain, baik yang tidak menyebabkan perubahan, penghilangan dan atau penghentian informasi elektronik dan atau dokumen elektronik yang ditransmisikan.”.
Jadi sejauh ini kasus carding di Indonesia baru bisa diatasi dengan regulasi lama yaitu pasal 362 dalam KUHP dan pasal 31 ayat 1 dan 2 dalam UU ITE. Penanggulangan kasus carding memerlukan regulasi yang khusus mengatur tentang kejahatan carding agar kasus-kasus seperti ini bisa berkurang dan bahkan tidak ada lagi. Tetapi selain regulasi khusus juga harus didukung dengan pengamanan sistem baik software maupun hardware, guidelines untuk pembuat kebijakan yang berhubungan dengan computer-related crime dan dukungan dari lembaga khusus.
Previous
Next Post »
0 Komentar